Nama: Cahyo Harli Prakoso
Kelas: 1KB07
Dosen: Ahmad Nasher
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo.
Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga
dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu
konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja
atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,
tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Tanda Titik Tanya ( ? )
Tanda Petik ( "…" )
Tanda Elipsis (…)
Tanda Petik Tunggal ( ‘...’ )
Tanda petik tunggal dipakai untuk:
Sebaliknya seandainya dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima. Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia miskin kosakata atau ketinggalan. Penyerapan unsur serapan asing adalah hal wajar, karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_yang_Disempurnakan
http://www.markijar.com/2017/05/pedoman-ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html
https://andrianilhampurnomo.blogspot.co.id/2018/03/ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html
Kelas: 1KB07
Dosen: Ahmad Nasher
Sejarah
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.[1]Perbedaan dengan EYD dan EBI
Perbedaan Ejaan yang Disempurnakan dengan Ejaan Bahasa Indonesia adalah:
- Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, serta menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.
- Penambahan huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Sesuai dengan ketentuan dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Ruang lingkup EYD meliputi 5 aspek yaitu:
1. Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak
menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang
digunakan sebanyak 26 buah.
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri dari huruf berikut ini. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.
Huruf Abjad |
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri dari huruf
a, i, u, e, dan o. Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata adalah.
- Pemakaian huruf vokal "a" : api, padi, lusa.
- Pemakaian huruf vokal "i" : itu, simpan, padi.
- Pemakaian huruf vokal "u" : ulang, tahun, itu.
- Pemakaian huruf vokal "e" : enak. petak, sore.
- Pemakaian huruf vokal "o" : oleh, kota, radio.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia adalah huruf
yang selain huruf vokal yang terdiri dari huruf-huruf b, c, d, f, g, h,
j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat 4 gabungan huruf yang melambangkan
konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu
bunyi konsonan.
- Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "kh" : khusus, akhir, tarikh.
- Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "ng" : ngarai, bangun, senang.
- Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "ny" : nyata, banyak
- Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "sy" : syarat, musyawarah, arasy.
E. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Contoh pemakaiannya dalam kata
- Pemakaian Huruf Diftong "ai" : balairung, pandai.
- Pemakaian Huruf Diftong "au" : autodidak, taufik, harimau.
- Pemakaian Huruf Diftong "oi" : boikot, amboi.
2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, petikan
langsung, ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, unsur nama
jabatan, nama gelar kehormatan, keturunan, nama orang, nama bangsa,
suku, nama geografi, bulan, tahun, dll.
B. Huruf Miring
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing
(kecuali yang telah disesuaikan ejaannya), dan untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
3. Penulisan Kata
Ada bebrapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
A. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan.
Misalnya :
- Buku itu sangat tebal.
- Kantor pajak penuh sesak.
B. Kata Turunan (Kata berimbuhan)
Kata Turunan (Kata berimbuhan) Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya :
- Menulis
- Membaca
Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti
atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Misalnya :
- Sebar luaskan
- Bertepuk tangan
Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
- Keanekaragaman
- Menandatangani
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya digunakan dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
- Mahaadil
- Antarkota
C. Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-).
Jenis jenis kata ulang yaitu :
- Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal. Misalnya = Laki : Lelaki
- Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya = Laki : Laki-laki
- Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya = Sayur : Sayur-mayur
- Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan. Misalnya =Main : Bermain-main
4. Pemakaian Tanda Baca
Tanda koma (,)
Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan:
- Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
- Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
- Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
- Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
- Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
- Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
- Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
- Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
- Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
- Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
- Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
- Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada :
- Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
- Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
- Akhir singkatan nama orang.
- Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum. Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
- Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
- Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
- Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
- Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan tabel.
Tanda Titik Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada :
- Akhir kalimat tanya.
- Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, rasa emosi yang kuat dan
ketidakpercayaan.
Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai untuk :
- Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
- Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
- Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
- Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
- Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
- Di antara jilid atau nomor dan halaman
- Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Tanda Titik Koma ( ; )
Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara. dan digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara
dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) dipakai untuk :
- Dalam penomoran kode surat.
- Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
Tanda Petik ( "…" )
Tanda petik dipakai untuk :
- Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
- Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum
- Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Tanda Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan
menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang
dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik
terakhir diberi jarak atau loncatan.
Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
- 1 Januari ’88. (’88 = 1988)
- Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
- Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
Tanda Petik Tunggal ( ‘...’ )
Tanda petik tunggal dipakai untuk:
- Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
- mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
5. Penulisan Unsur Serapan
Penulisan unsur serapan pada umumnya mengadaptasi atau mengambil dari
istilah bahasa asing yang sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia.
Contoh : president menjadi presiden
Penyerapan unsur asing dalam penggunaan bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang :
- Unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia.
- Konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia.
Sebaliknya seandainya dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima. Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia miskin kosakata atau ketinggalan. Penyerapan unsur serapan asing adalah hal wajar, karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi.
Sebagai contoh pada masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal
konsep "televisi" dan "radio", maka diseraplah dari bahasa asing
(Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya
konsep "sarung" dan "bambu", maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu
dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :
- Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dalam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : fungsi, koordinasi, manajemen, atlet, sistem, material, ekspor.
- Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : bridge, de facto, civitas academica, editor.
- EYD merupakan penyempurnaan dari ejaan-ejaan yang sebelumnya.
- Pemakaian Huruf Kapital dengan Huruf Miring tentulah sangat berbeda dimulai dari Penulisaan terhadap Kota, Daerah, Maupun Negara yang Menggunakan Huruf Kapital, sedangkan Huruf Miring untuk penggunaan kata - kata asing ataupun bahasa ilmiah dari suatu nama benda mati/hidup.
- Penggunaan Tanda baca sangatlah perlu, dikarenakan kita dapat mengetahui dimana menjeda sebentar suatu kata/tulisan, memberhentikan membaca suatu kalimat, Ataupun Penggunaan Tanda Seru (!) & Tanda Tanya (?) tergantung dari pertanyaan terhadap suatu objek.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_yang_Disempurnakan
http://www.markijar.com/2017/05/pedoman-ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html
https://andrianilhampurnomo.blogspot.co.id/2018/03/ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html
Komentar
Posting Komentar